Head Banner

Sabtu, 19 Maret 2011

Ujian Kredibilitas bagi PKS


Sabtu, 19 Maret 2011 20:01 WIB

MOTTO Partai Keadilan Sejahtera sebagai partai bersih benar-benar sedang mengalami ujian berat. Tuduhan permainan uang yang disampaikan salah seorang tokoh pendiri partai merupakan tuduhan yang bukan hanya perlu disangkal, tetapi harus menjadi momentum untuk koreksi diri.


Kita tidak bisa mengatakan Yusuf Supendi mengungkap aib ini karena faktor sakit hati. Sebagai salah seorang pendiri partai tidaklah mungkin ia ingin menghancurkan partai yang ia ikut dirikan. Apalagi fakta seperti partai menerima dana pemilu dari Jusuf Kalla, dibenarkan oleh Jusuf Kalla sendiri.

Sudah lama partai politik dipakai hanya sekadar alat untuk mengumpukan kekayaan. Parpol dibangun bukan atas dasar idealisme membangun demokrasi dan alat untuk menyejahterakan rakyat, tetapi hanya dijadikan tameng para elite politik untuk memperkaya diri sendiri.

Budayawan Frans Magnis Suseno sudah mengingatkan bahaya besar yang sedang dihadapi bangsa ini. Materi telah menjadi tujuan hidup dari bangsa ini. Seakan-akan hanya materilah yang paling penting dalam hidup ini, sehingga kemudian semua orang berlomba-lomba untuk memperkaya diri.

Tidak salah memang manusia untuk mengejar materi. Tetapi ketika menghalalkan segala cara untuk mendapatkan materi itu, kita menjadi pribadi-pribadi yang diperbudak oleh materi. Kita tidak peduli lagi akan yang namanya nilai dan juga moral, sepanjang bisa mengumpulkan materi.

PKS--bahkan ketika masih menamakan dirinya Partai Keadilan--mencoba menawarkan sesuatu yang berbeda. Ketika didirikan pada awal reformasi, mereka mencoba mengembalikan nilai dan moral sebagai sesuatu yang utama. Dengan dimotori kaum intelektual dan ditopang nilai keagamaan yang kuat, mereka menawarkan nilai-nilai kebersihan.

Namun ternyata memang tidak mudah untuk tidak tergoda oleh yang namanya harta. Partai Keadilan sempat terguncang oleh persoalan keuangan, apalagi ternyata apa yang coba mereka tawarkan pada Pemilu 1999 tidak terlalu mendapat dukungan dari masyarakat. Partai Keadilan gagal total pada Pemilu 1999 dan harus berganti nama menjadi PKS.

Mereka kemudian memang mencoba memperbaiki citranya, bukan sebagai parpol yang eksklusif, tetapi inklusif. Garis perjuangannya tidak sekadar hanya Islam, tetapi Islam dalam ke-Indonesia-annya yang plural. Namun dengan didukung kaum intelektual, mereka tetap mengusung ideologi sebagai partai bersih.

Ternyata tetap saja godaan materi sulit untuk bisa mereka lepaskan. Politik transaksional tetap tidak bisa mereka hindarkan. Apa yang disampaikan Yusuf Supendi tentang politik uang yang dijalankan PKS pada Pemilu 2004 dan Pemilihan Kepala Daerah di Jakarta merupakan indikator bahwa PKS tidak beda dengan parpol-parpol lainnya kalau sudah bicara yang namanya uang.

Para pejabat PKS tidak cukup hanya menyangkal apa yang disampaikan Yusuf Supendi. Sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik, PKS harus berani membuka pembukuan keuangan mereka apabila memang tidak pernah terlibat dalam politik uang.

PKS tidak cukup hanya mengatakan bahwa apa yang disampaikan Yusuf Supendi merupakan urusan internal partai. Sebagai parpol yang mendapatkan dukungan masyarakat pada pemilu, PKS merupakan lembaga yang harus memberi pertanggungjawaban kepada publik, setidaknya publik yang menjadi pendukung dan simpatisan PKS.

PKS tentunya tidak kekurangan akuntan di dalam organisasinya. Kita mengenal beberapa akuntan dan ekonom andal yang ada di dalam partai itu, yang tentunya bisa melakukan audit keuangan, sehingga publik bisa diyakinkan bahwa sinyalemen yang disampaikan Yusuf Supendi itu tidak benar.

Kita sungguh berharap kepada PKS yang mencoba memperbaiki cara berpolitik yang lebih baik di Indonesia. Kita tentunya berharap PKS bisa berhasil dalam mengusung idealisme sebagai sebuah partai bersih, agar kita masih memiliki harapan bahwa tidak semua orang Indonesia bisa dibeli dengan uang.

Masak Indonesia tidak bisa lagi memiliki pemimpin seperti Bung Hatta yang sama sekali tidak tergoda oleh kekuasaan dan uang. Masak Indonesia yang mengutamakan Ketuhanan tidak bisa melepaskan diri dari sesuatu yang hedonistis. Kita menjadi bangsa yang begitu diperbudak oleh yang namanya harta.

Bangsa Korea saja bisa membedakan yang namanya kehormatan dan kekayaan. Pilihan untuk menjadi politisi adalah jalan untuk mendapatkan kehormatan bukan kekayaan. Pengabdian yang dilakukan seorang politisi bukanlah untuk memperkaya diri, tetapi mendapat kehormatan untuk memajukan kehidupan bangsa dan negara ini.

Apa yang disampaikan Yusuf Supendi pantas untuk menjadi momentum bagi PKS untuk melakukan refleksi diri. Apalagi setelah tujuh tahun berada di dalam kekuasaan, di mana godaan harta itu semakin

Sumber : http://metrotvnews,com

0 komentar:

Posting Komentar

Saran, ide atau kritik anda.

 

GALERI FOTO

VIDEO

DUKUNG KAMI

SELAMAT DATANG, ANDA MENGUNJUNGI BLOG RESMI DPC PKS KEBON JERUK